Jumat, 09 November 2007

SEJARAH CAPPUCINO

Orang-orang Nasrani pernah menganggap kopi sebagai minuman setan. Alasannya minuman asal Arab ini banyak diminum musuh-musuh mereka dalam Perang Salib. Paus kala itu, Vincent III, penasaran. Ia tidak ingin membuat keputusan tanpa merasakan dulu. Ia memerintahkan untuk mencari kopi. Manakala lidahnya telah mencicipi rasa nikmat kopi, fatwa haram tidak jadi keluar. Menurutnya, "ini sangat nikmat, sangat sayang membiarkan kaum kafir menikmatinya sendiri."

Suatu ketika mereka menemukan berkarung-karung kopi ditinggalkan musuhnya, pasukan Ottoman dari Turki. Di Wina Austria itulah sejarah kopi berubah. Pasukan di bawah Marco D'Aviano itu mencampurnya dengan krim dan madu untuk menghalau rasa pahit. Warnanya berubah menjadi kecoklatan, mirip dengan Capuchin (topi) D'Aviano. Saat ini, kita mengenalnya sebagai cappuccino.

Minuman ini menjadi begitu popular di Eropa. Italia, tempat asal D'Aviano, mengembangkan minuman ini dengan berbagai variasi. Walau pun sejarah cappuccino berawal di Austria, minuman ini identik dengan restauran dan kafe Italia.

Paus John Paul II sepertinya mengulangi kekaguman Vincent III. Mereka sama-sama kagum dengan D'Aviano dalam jalan yang berbeda, cappuccino dan Perang Salib. Minggu (27/4) lalu Paus memberkati D'Aviano sebagai salah satu orang suci (santo). Tapi pemberian gelar santo ini tentu tidak terkait dengan cappucinonya. Ia dianggap sebagai pendeta yang menginsiprasi Eropa menahan gempuran pasukan Ottoman di abad 17 silam.

D'Aviano lahir di sebuah kota, yang sama dengan namanya, Italia utara 1631. Ketika beranjak dewasa, orang tuanya mengirimnya untuk menjadi jesuit. Saat itulah ia dikirim Paus untuk bertempur di Wina. Ia dikenal ahli strategi dengan menyerang secara mendadak dan massal. Keberhasilannya ini menginspirasi seluruh Eropa untuk menghalau serangan Turki itu. Selama 18 tahun ia ikut serta dalam pertempuran antara orang Islam dan Nasrani ini.

Tidak ada komentar: